Senin, 25 Juni 2007

Setelah 27 Tahun ......

Rumah bisa dibilang sebagai muara akhir dari perjalanan. Kemana pun kita pergi toh kembali jua ke rumah. Segala cerita tertumpah di rumah.

Sama halnya rumah kami yang terletak di Gg. Anggrek Jl. Gejayan Yogyakarta. Di rumah itu, aku menghabiskan masa kanak-kanak, remaja, sampai akhirnya harus melanjutkan perjalanan ke Ibukota. Lokasinya pun bisa dibilang sudah berada di kota Yogyakarta. Perkembangan yang cukup pesat selama 3 tahun terakhir. Banyak cafe, butik, salon, dan segala pusat pertokoan di kawasan Gejayan. Kalau di Jakarta punya Kemang maka Jogja punya Gejayan.

Terbersit kenangan, sewaktu rusuh pada 1998 lalu. Jalan di depan gang sudah dipenuhi tentara yang seakan-akan membentuk pagar. Kala itu jam menunjukkan pukul 18.00. Tidak lama kemudian terdengar tembakan dan banyak orang berlarian.

Kenangan pula ketika, secara tiba-tiba aku merasakan gempa dasyat Mei 2006 lalu. " Kretek, kretek .... ," begitu kira-kira bunyi rumahku. Aku merasa rumah yang kami huni sedari tahun 1980 itu akan ambruk.

Terakhir, di rumah rindang itu pula, aku mengakhiri masa lajangku. Dengan halaman yang luas, kami bisa menggelar doa di halaman. Penuh dengan para tamu.

Setelah 27 tahun. Kami akhirnya pindah rumah. Sedih, haru sekaligus bersyukur.

Keluarga besar di Jogja pindah di sebuah rumah yang lebih kecil di bilangan Kwarasan. Daerah ini terletak sekitar 7 km dari tugu Jogja ke arah Godean. Deket lah dengan Mirota Godean. Itung-itung masing dekat dengan jantung Kota Jogja. Ibuku pun lebih deket untuk pergi ke SMU 4, tempatnya mengajar selama 30 tahun ini.

Hari-hari baru akan kami lewati di Kwarasan. Juga dengan rencana kedatangan " Mikhael Alvaro Karunya Raharjo" di rumah mungil itu. (agriceli/jojo raharjo)

Minggu, 24 Juni 2007

Memimpikan Rumah Cinere



Awal Agustus nanti, sebenarnya kontrakan rumah petak di Pondok Pinang genap memasuki 1 tahun. Tidak terasa sudah harus bayar kontrakan lagi.
Akhir tahun lalu, rencana perpanjangan rumah Pondok Pinang tidak ada dalam rencana kami. Sebaliknya, kami berkeinginan untuk segera menempati rumah yang kami beli November 2006 lalu. Harga cukup mahal yang harus kami bayar untuk sebuah rumah mungil - apalagi kalau dedek sudah lahir - di kawasan selatan Jakarta.

Segala birokrasi, uang muka, dan uang administrasi sudah kami selesaikan. Saat pembelian rumah, kami dijanjikan akan bisa menempatinya pada bulan Juli 2007. " Cocok lah biar gak nambah uang kontrakan," pikir aku dan ayah.

Rencana tinggal rencana. Sampai akhir Juni 2007, rumah di Blok C6 itu sama sekali belum diapa-apakan. Bahkan semua proses pembangunan dihentikan. Cilaka benerrr ....

Alasan pertama - dari sisi developer - secara mendadak pada 21 Maret lalu ada perubahan jalur rencana jalan tol Cimanggis - Cinere. Perubahan ini membawa dampak luar biasa, setengah dari areal perumahan terkena tol. Banyak rumah baru yang harus diratakan hanya untuk melicinkan proyek Pemkot Depok. Tapi mengapa bisa mendadak sekali ? Belum ada jawaban, belum ada solusi. Semua masih serba menebak.

Kedua, ternyata kami berhadapan dengan developer "nakal". Banyak konsumen yang sudah membeli bahkan melunasi pembelian rumah sejak tahun 2004 tapi rumah belum juga bisa dihuni. Berbagai pertemuan bipartit sudah digelar. Hasil tetap NIHIL ....

Rasa kecewa yang sudah tertimbun lama akhirnya membuahkan perjuangan yang tak kenal menyerah. Rencananya, forum konsumen akan mendatangi YLKI untuk meminta bantuan ligitasi maupun advokasi untuk masalah pelik seputar perumahan. bbrrr .....

Doa dan segala dukungan turut menyemangati perjuangan menuntut hak kami ....

N G U A N T U K

" Ceklek ...." Bunyi gembok rumah yang ditutup oleh Ayah. Dingin udara pagi ini. Seperti senin-senin sebelumnya, kami memulai minggu kerja dengan berangkat jam 06.30. Tidak boleh lebih karena ayah harus sampai di doa mingguan di Kelapa gading jam 08.00.

Motor supra fit yang membawa kami pun melaju hanya dengan kecepatan 40 km/jam kadang 60 km/jam. Bagi kebanyakan pengendara motor di Jakarta, kecepatan ini masih tergolong lambat. Tidak wes ..wes ..wes ...

Selama perjalanan, aku merasakan motor yang agak "bergoyang". Ada apakah gerangan ? Rupanya, ayah mengantuk. Wadoh ... gimana ini ? Untuk mengurangi rasa kantuk yang melanda, kami mencoba ngobrol. Walau pun gak nyambung seh ....

Kadang tangan ini harus memukul pundak laki-laki yang duduk di depanku. Apalagi kalau untuk mengindari rasa kantuknya dalam menyetir motor. Untunglah, Jalan Radio Dalam tidak macet seperti biasanya. Statusnya ramai lancar. Masuk jalan Sudirman pun begitu. Tidak padat merayap. Tapi deru mobil dan motor - apalagi bis umum - seperti mengajak berlomba layaknya di sirkuit balap.

Motor merapat di depan Menara Multimedia Kebon Sirih - kantor yang aku huni selama 4,5 bulan ini.

Jam menunjukkan pukul 07.30 ketika pintu ruangan kerja aku buka. "Heemmm, kemarin jam segini aku masih bisa tidur nyaman di ranjang," pikirku. Ruang kerja yang berukuran sekitar 2 m x 3 m ini masih cukup kotor. Belum disapu apalagi dipel oleh pegawai kantor.

Kulirik bantal mungil yang teronggok di kursi kerja. "Mumpung belum banyak orang, bobok ah, " pikirku. Ternyata mata gak bisa diajak tidur.

Melek, melek, dan melek .... akhirnya bisa juga melek.

Selamat datang kerjaan .........