Minggu, 05 Agustus 2007

Mamas Sambut Ultah Ayah

Minggu, 5 Agustus 2007 dinihari kami masih terjaga. Bukan disengaja, kebetulan baru tengah malam kami masuk rumah.

Di jam 00.00 dengan suasana santai, kami merayakan ulang tahun ayah yang ke 30. Tidak ada pesta, tidak ada kado spesial hanya sekedar ciuman selamat ulang tahun. Ngiris yah ...

Kebetulan 3 jam sebelumnya, kami menemani sodara kami yang berpulang ke rumah Bapa. Kami kembali bersyukur untuk kehidupan yang sudah kami jalani sampai saat ini.

Kado paling spesial, menurut ayah, di usia 30 tahun ini dia akan segera punya anak laki-laki pertamanya. Ini pun masih merupakan hasil USG beberapa hari sebelumnya.

Mimpinya sewaktu berada di Kilometer Nol Sabang Nanggoe Aceh Darussalam pun mungkin akan segera terwujud. Seorang anak laiki-laki yang ingin diberi nama Michael. Heemm, semoga saja memang itu yang terjadi.

Di saat akan tidur pun, mamas – begitu kami memanggilnya- bergerak lincah di perut. “ Aktif sekali mamas malam ini,” kataku. Ayah pun mencoba mengajaknya bermain dengan menyentuh bagian perutku yang bergerak-gerak. Sekali dibalas, mamas kembali dengan goyangannya.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 02.00. Saya mengajak ayah tidur. Maklum jam 9 pagi kami harus meluncur ke Cinere.

Selamat Ulang Tahun Ayah Jojo ..... Love you

Selamat Jalan Ganda .......

Malam minggu (4/8) saya dan Mas Jojo meluncur ke RS. Sari Asih Ciledug. Saat ini adalah malam kedua, Ganda – salah seorang sodara – dirawat di ICU karena kasus tabrakan. Tepatnya, Ganda ditabrak pengendara sepeda motor ketika sedang bersiap-siap menyeberang jalan tepat di depan rumahnya di kawasan Ciledug juga.

Kami langsung menuju Ruang ICU yang berada di lantai 3 rumah sakit yang baru diresmikan tahun 2005 itu.

Disana kami langsung menemui Opung dan sodara-sodara yang lain. Opung yang kira-kira sudah berusia sekitar 70 tahun itu masih bisa santai. “ Minta doanya ya,” kata-kata itu yang selalu diucapkan pada setiap tamu yang menjenguk.

Malam itu, dengan beberapa kerabat Batak, kami melakukan doa bersama untuk kesembuhan Ganda yang mengalami gegar otak parah dan belum sadarkan diri sejak Jumat (10/8) jam 15. Lokasinya pun hanya di ruang tunggu pasien saja.

Baru saja kami menutup doa dengan tanda salib. Tiba-tiba terdengar suara,” Suster manggil keluarga Ganda,”. Salah seorang kakak Ganda berteriak sembari menangis. Opung langsung histeris di tempat. Saya mencoba masuk ruang ICU. Disana saya menyaksikan sendiri, jantung Ganda dipacu dengan alat pacu jantung. Monitor jantung disebelahnya masih menujukkan angka nol.

Sekitar setengah jam kami berdoa sembari berkata, “ Kuat ya Ganda,”. Di sisi tempat tidur lain dokter masih memompa jantung Ganda. Terlihat tubuh besar Ganda hanya terdiam, tanpa bergerak sedikit pun. Wajahnya pun masih ditutupi perban untuk menutup luka di kepala.

Setengah jam berjalan. Akhirnya dokter pun mengatakan bahwa Ganda sudah berpulang. Jerit dan tangis pun mewarnai seluruh bangsal ICU.

Satu persatu peralatan yang menempel di tubuh anak bungsu ini dicopoti. Dari luar ruang ICU saya hanya bisa mengamati tubuh Ganda dari kaki sampai pinggang. Terasa mati. Berhubung perut yang buncit, niat masuk kembali ke ruang ICU saya urungkan.

Setelah beberapa saat, mulai keluarga berpikir untuk rencana selanjutnya. Malam itu juga keluarga menyiapkan segala segala sesuatu untuk membawa jenasah Ganda kembali ke Medan.

Dengan bantuan berbagai pihak, jenasah Ganda dan rombongan keluarga bertolak menuju Bandara Polonia Medan dengan menggunakan pesawat Garuda pukul 06.00.

Selamat Jalan Sodaraku ... Semoga engkau damai di surga

Jumat, 06 Juli 2007

FKWC Ke YLKI

Kepastian pembangunan rumah sekitar 400 konsumen Perumahan Wismamas Cinere masih buram. Tidak jelas ada kepastian dari pengembang PT. Wismamas Citra Raya. Pengembang yang berkantor di Terogong, Cilandak ini kian mengambangkan nasib konsumen. Bagaimana tidak ? Sekitar 200 rumah terkena proyek tol Cimanggis - Cinere, sisanya rumah belum siap dihuni bahkan belum dibangun.

Keterlambatan ini sudah berlangsung sekitar 3 tahun. Pembeli pertama melakukan kesepakatan jual beli pada tahun 2004. Namun, rumah impin juga belum belum siap ditinggali.

Sabar, sabar, dan sabar. Mungkin kata klasik ini sudah tidak mempan lagi bagi para konsumen yang merasa sangat dirugikan. Tidak pernah ada kata sepakat dengan pengembang. Hanya sekedar janji palsu yang kembali menjadi bunga mimpi ....

Kesepakatan antara konsumen yang tergabung dalam Forum Konsumen Wismamas Cinere (FKWC) mengambil langkah untuk mengadukan hal ini ke YLKI.

Sekitar 20 orang bisa berkumpul di kantor YLKI Pancoran Barat pada suatu siang di hari kerja. Masing-masing konsumen membawa surat-surat yang menjadi barang bukti atas kenakalan pengembang yang dimiliki oleh Bambang Rahmadi - pemilik McD Indonesia -.

Salah satu pengurus harian YLKI, Tulus Abadi sempat menemui para konsumen. Masalah yang kami alami ternyata hampir sama dengan kasus konsumen Bukit Sentul beberapa waktu lalu. Malah lebih parah katanya. Konsumen perumahan elit berhawa sejuk itu bahkan telah menyetor masing-masing sekitar ratusan juta bahkan sampai bernominal 10 digit.

Memang, konsumen Wismamas Cinere bukan dari golongan elit. Harga rumah untuk tipe 36/90 berkisar antara 150an juta. Ada pula tipe yang lebih kecil 27 / 72 yang berdindingkan batako.

Harapan untuk menempati rumah sendiri dan pindah dari kontrakan rumah petak seakan menjadi kabur. Semakin hari masing-masing konsumen saling meneguhkan untuk tetap berjuang mempertahankan hak dari para pencuri.

Senin, 25 Juni 2007

Setelah 27 Tahun ......

Rumah bisa dibilang sebagai muara akhir dari perjalanan. Kemana pun kita pergi toh kembali jua ke rumah. Segala cerita tertumpah di rumah.

Sama halnya rumah kami yang terletak di Gg. Anggrek Jl. Gejayan Yogyakarta. Di rumah itu, aku menghabiskan masa kanak-kanak, remaja, sampai akhirnya harus melanjutkan perjalanan ke Ibukota. Lokasinya pun bisa dibilang sudah berada di kota Yogyakarta. Perkembangan yang cukup pesat selama 3 tahun terakhir. Banyak cafe, butik, salon, dan segala pusat pertokoan di kawasan Gejayan. Kalau di Jakarta punya Kemang maka Jogja punya Gejayan.

Terbersit kenangan, sewaktu rusuh pada 1998 lalu. Jalan di depan gang sudah dipenuhi tentara yang seakan-akan membentuk pagar. Kala itu jam menunjukkan pukul 18.00. Tidak lama kemudian terdengar tembakan dan banyak orang berlarian.

Kenangan pula ketika, secara tiba-tiba aku merasakan gempa dasyat Mei 2006 lalu. " Kretek, kretek .... ," begitu kira-kira bunyi rumahku. Aku merasa rumah yang kami huni sedari tahun 1980 itu akan ambruk.

Terakhir, di rumah rindang itu pula, aku mengakhiri masa lajangku. Dengan halaman yang luas, kami bisa menggelar doa di halaman. Penuh dengan para tamu.

Setelah 27 tahun. Kami akhirnya pindah rumah. Sedih, haru sekaligus bersyukur.

Keluarga besar di Jogja pindah di sebuah rumah yang lebih kecil di bilangan Kwarasan. Daerah ini terletak sekitar 7 km dari tugu Jogja ke arah Godean. Deket lah dengan Mirota Godean. Itung-itung masing dekat dengan jantung Kota Jogja. Ibuku pun lebih deket untuk pergi ke SMU 4, tempatnya mengajar selama 30 tahun ini.

Hari-hari baru akan kami lewati di Kwarasan. Juga dengan rencana kedatangan " Mikhael Alvaro Karunya Raharjo" di rumah mungil itu. (agriceli/jojo raharjo)

Minggu, 24 Juni 2007

Memimpikan Rumah Cinere



Awal Agustus nanti, sebenarnya kontrakan rumah petak di Pondok Pinang genap memasuki 1 tahun. Tidak terasa sudah harus bayar kontrakan lagi.
Akhir tahun lalu, rencana perpanjangan rumah Pondok Pinang tidak ada dalam rencana kami. Sebaliknya, kami berkeinginan untuk segera menempati rumah yang kami beli November 2006 lalu. Harga cukup mahal yang harus kami bayar untuk sebuah rumah mungil - apalagi kalau dedek sudah lahir - di kawasan selatan Jakarta.

Segala birokrasi, uang muka, dan uang administrasi sudah kami selesaikan. Saat pembelian rumah, kami dijanjikan akan bisa menempatinya pada bulan Juli 2007. " Cocok lah biar gak nambah uang kontrakan," pikir aku dan ayah.

Rencana tinggal rencana. Sampai akhir Juni 2007, rumah di Blok C6 itu sama sekali belum diapa-apakan. Bahkan semua proses pembangunan dihentikan. Cilaka benerrr ....

Alasan pertama - dari sisi developer - secara mendadak pada 21 Maret lalu ada perubahan jalur rencana jalan tol Cimanggis - Cinere. Perubahan ini membawa dampak luar biasa, setengah dari areal perumahan terkena tol. Banyak rumah baru yang harus diratakan hanya untuk melicinkan proyek Pemkot Depok. Tapi mengapa bisa mendadak sekali ? Belum ada jawaban, belum ada solusi. Semua masih serba menebak.

Kedua, ternyata kami berhadapan dengan developer "nakal". Banyak konsumen yang sudah membeli bahkan melunasi pembelian rumah sejak tahun 2004 tapi rumah belum juga bisa dihuni. Berbagai pertemuan bipartit sudah digelar. Hasil tetap NIHIL ....

Rasa kecewa yang sudah tertimbun lama akhirnya membuahkan perjuangan yang tak kenal menyerah. Rencananya, forum konsumen akan mendatangi YLKI untuk meminta bantuan ligitasi maupun advokasi untuk masalah pelik seputar perumahan. bbrrr .....

Doa dan segala dukungan turut menyemangati perjuangan menuntut hak kami ....

N G U A N T U K

" Ceklek ...." Bunyi gembok rumah yang ditutup oleh Ayah. Dingin udara pagi ini. Seperti senin-senin sebelumnya, kami memulai minggu kerja dengan berangkat jam 06.30. Tidak boleh lebih karena ayah harus sampai di doa mingguan di Kelapa gading jam 08.00.

Motor supra fit yang membawa kami pun melaju hanya dengan kecepatan 40 km/jam kadang 60 km/jam. Bagi kebanyakan pengendara motor di Jakarta, kecepatan ini masih tergolong lambat. Tidak wes ..wes ..wes ...

Selama perjalanan, aku merasakan motor yang agak "bergoyang". Ada apakah gerangan ? Rupanya, ayah mengantuk. Wadoh ... gimana ini ? Untuk mengurangi rasa kantuk yang melanda, kami mencoba ngobrol. Walau pun gak nyambung seh ....

Kadang tangan ini harus memukul pundak laki-laki yang duduk di depanku. Apalagi kalau untuk mengindari rasa kantuknya dalam menyetir motor. Untunglah, Jalan Radio Dalam tidak macet seperti biasanya. Statusnya ramai lancar. Masuk jalan Sudirman pun begitu. Tidak padat merayap. Tapi deru mobil dan motor - apalagi bis umum - seperti mengajak berlomba layaknya di sirkuit balap.

Motor merapat di depan Menara Multimedia Kebon Sirih - kantor yang aku huni selama 4,5 bulan ini.

Jam menunjukkan pukul 07.30 ketika pintu ruangan kerja aku buka. "Heemmm, kemarin jam segini aku masih bisa tidur nyaman di ranjang," pikirku. Ruang kerja yang berukuran sekitar 2 m x 3 m ini masih cukup kotor. Belum disapu apalagi dipel oleh pegawai kantor.

Kulirik bantal mungil yang teronggok di kursi kerja. "Mumpung belum banyak orang, bobok ah, " pikirku. Ternyata mata gak bisa diajak tidur.

Melek, melek, dan melek .... akhirnya bisa juga melek.

Selamat datang kerjaan .........